X-Steel - Wait JENIS-JENIS HUKUM: hukum adat
Upcoming
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Your Link Here

Senin, 10 Juni 2013

hukum adat

Pengertian Hukum Adat


Pengertian Hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama menjadi kajian dari para ahli hukum. Pengertian hukum adat dewasa ini sangat mudah kita jumpai di berbagai buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli hukum di tanah air.
Secara histori, hukum yang ada di negara Indonesia berasal dari 2 sumber, yakni  hukum yang dibawa oleh orang asing (belanda) dan hukum yang lahir dan tumbuh di Negara Indonesia itu sendiri. Mr. C. Vollenhoven adalah seorang peneliti yang kemudian berhasil membuktikan bahwa negara Indonesia juga memiliki hukum pribadi asli.
Sehubungan dengan hal itu mari kita lihat pengertian hukum adat menurut para ahli.

Pengertian Hukum Adat menurut Para Ahli

Prof. H. Hilman Hadikusuma mendefinisikan hukum adat sebagai aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan dan kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.
Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (sebab itu disebut hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (sebab itu disebut  dengan adat).
Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, pengertian hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
Pengertian hukum adat menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven hampir sama dengan pengertian hukum adat yang dikemukakan oleh Prof. M. M. Djojodigoeno, SH. mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
Sementara itu, Bushar Muhammad menerangkan bahwa untuk memberikan definisi atau pengertian hukum adat sangat sulit sekali oleh karena hukum adat masih dalam pertumbuhan. Ada beberapa  sifat dan pembawaan hukum adat, yakni: tertulis atau tidak tertulis, pasti atau tidak pasti dan hukum raja atau hukum rakyat dan lain sebagainya.
Soerjono Soekanto memberikan pengertian hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasi) bersifat pemaksaan (sehingga mempunyai akibat hukum).
Supomo dan hazairin membuat kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain. Hubungan yagng dimaksud termasuk keseluruhan kelaziman dan kebiasaan dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh masyarakat. Termasuk juga seluruh peraturan yang mengatur sanksi terhadap pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat. Penguasa adat adalah mereka yang mempunyai kewibawaan dan yang memiliki kekuasaan memberi keputusan dalam suatu masyarakat adat. Keputusan oleh penguasa adat, antara lain keputusan lurah atau penghulu atau pembantu lurah atau wali tanah atau kepala adat atau hakim  dan lain sebagainya.

sejarah dan perkembangan hukum ADAT


Istilah “hukum Adat”adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa belanda adatrecht,yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht kemudian dikutip oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis.
Kalau hukum adat itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu suatu gejala sosial yang hidup,  Bagaimanakah kiranya tanggapan, perhatian, dan pendiri sarjana-sarjana, ahli-ahli dan peminat lain terhadap hukum adat itu, yang melukiskan, menganalisa, menyusun serta membawakan hukum adat itu sejak dahulu sampai sekarang?
Van vollenhoven menulis dalam bukunya itu tentang sejarah “ontdekking van het adatrecht” yakni “penemuan sejarah hukum adat”. Timbulnya pertanyaan: siapakah yang menemukan hukum adat? Hukum adat ditemukan - - oleh  siapa?
Sudah tentu, tidak oleh rakyat sendiri. Hal itu tidak mungkin, karena dengan dengan menjamin kata-kata von savigny - - hukum adat itu ist und wird mit dem volk. Hukum adat itu ada di tengah-tengah rakyat sendiri  setiap hari. Jadi, ganjil sekali untuk mengatakan bahwa rakyat “menem ukan hukum adat”!
Siapa-siapa yang menamukan hukum adat, - - atau lebih tepat yang mempperkenalkan hukum adat, - - ditunjukan oleh van vollenhoven dalam bukunya tersebut, yakni sarjana-sarjana, ahli-ahli dan peminat-peminat lain terhadap hukum adat, yang justru hidup diluar lingkungan, masyarakat adat, apalagi 90% dari mereka itu adalah orang asing - - dan yang menjadi pelopor ilmu ukum adat (adatrechtswetenschap) atau pembangun ilmu hukum adat. Kita mengetahui bahwa hukum adat adalah hasil proses kemasyarakatan dan kebudayaan  sejak beribu-ribu tahun yang lalu sampai sekarang, dan menyusun hukum adat itu.
Perhatian terhadap hukum adat itu tadak hanya terwujud dalam dilahirkannya suatu ilmu hukum adat, tetapi juga terjelma dalam dijalankannya suatu politik hukum adat, pertama-tama oleh VOC, kemudian oleh GovermentHindia Belanda dahulu. Yang disebut pertama belum mengenal hukum adat tetapi telah mengetahui bahwa orang-orang indonesia tunduk pada perturan tradisional yang khas biarpun peraturan itu dianggap peraturan agama islam, dan yang disebut kedua baru pada abad ini mengenal istilah “hukum adat”.
Orang-orang barat pertama datang ke indonesia adalah sekitar tahun 1500. Mereka itu menulis tentang masyarakat indonesia yang mereka kunjungi, tetapi dalam tulisannya itu hukum adat hampir tidak disinggung.
Pada tahun-tahun 1750, 1759,1760 dan 1768 turut campurnya VOC dalam usaha penertiban hukum indonesia asli, itu, menghasilkan 4 (empat) kodifikasi dan pencatatan hukun bagi orang indonesia asli, ialah:
A.    Untuk keperluan landraad di semarang tahun 1750 dibuat suatu compendium yang biasanya terkenal dengan nama singkatnya yaitu “kitab hukum mogharraer” yang memuat hukum pidana jawa, tetapi ternyata memuat hukum pidana islam. Kodifikasi hukum ini kemudian dipublikasikan dalam majalah “regt in nederlandch indie” oleh sebab itu, pada tahun 1854 menjadi salah satu pokok pembicaraan dalam pembentukan RR 1854
B.     Pada tahun 1759 oleh pimpinan VOC disahkan suatu “compendium van cootwijk”32, yang merupakan suatu pencatatan tentang hukum adat yang berlaku di kraton-kraton bome dan goa (di sulawesi selatan), yang dibuat oleh JAN DIRK VAN CLOOTWIJK, yang tatkala itu menjadi “gubernur di pesisir selebes”, dari tahun 1752 sampai tahun 1755. Perlu dicatat bahwa, biarpun sudah agak usang, conpendium van clootwijk, masih dipakai oleh peradilan bumiputera pada permulaan abad ini.
C.     Pada tahun 1760 oleh pimpinan VOC dikeluarkan suatu himpunan peraturan-peraturan hukum islam mengenai warisan, nikah dan talak. Karena hmpunan ini disusun oleh D.W. freijer, seorang penasihat pemerintah VOC mengenai hal-hal anak pribumi, maka orang mengenalnya dengan nama COMPENDIUM FREIJER. Pencatatan hukum islam oleh freijer ini lama di pakai, beberapa bagian dari COMPENDIUM tersebut dicabut dengan berangsur-angsur pada abad ke-19; bagian terakhir (mengenai warisan) pada tahun 1913.
D.    Oleh pieter cornelis hasselear, yang pada tahun 1757 sampai tahun 1765 menjabat residen di cirebon, direncanakan pembuatan suatu kitab hukum adat yang akan menjadi “suatu pegangan hukum bagi hakim-hamkim di cirebon”.  Penyelesaian pembuatan kitab hukum tersebut terjadi pada tahun 1768 dibawah pimpinan pengganti Hasselaer. Kitab hukum adat ini yang merupakan hasil kutipan-kutipan dari tulisan, jadi bukan hasil penyelidikan setempat, terkenal dengan nama pepakem cirebon. menurut VAN VOLLENHOVEN: suatu karya yang masih mengundang banyak kekurangan tetapi membuktikan bahwa orang telah mulai menyadari tentang adanya hukum adat itu.
Menyadari adanya dan kemudian “menemukan” hukum adat itu dengan berangsur-angsur, terjadilah dalam abad ke-19 dan pada permulaan abad ke-20 ini, sebagai akibat diadakannya penyelidikan dan pelajaran hukum adat yang makin lama makin banyak, makin teliti dan makin sistematis.
Van vollenhoven dalam Deontdekking van het adatrecht menyebut periode sampai tahun 1865 sebagai zaman “westersche verkenningen”, yakni zaman perintis dalam penyelidikan dan pelajaran hukum adat oleh orang-orang yang berasal dari dunia barat.
Sebagai perintisnya adalah seorang inggris yang bernama marsden yang menjadi pegawai pamongpraja (hindia) inggris.
Pada tahun 1783 oleh marsden di pulikasikan sebuah buku yang berjudul the history of sumatra. Yang sebenarnya tidak memuat sejarah pulau tersebut, tetapi dengan meminjam istilah-istilah van vollenhoven membuat suatu “gambaran” atau suatu “laporan sistematis” tentang sumatra pada akhir abad ke-18. Istilah van vollenhoven ini sesuai dengan  - - yang oleh marsden sendiri diberi tentang istilah “history” itu yaitu: berisikan laporan tentang pemerintahan hukum, kebiasaan dan adat sopan-santun orang-orang pribumi. Mengenai hukum adat yang dperhatikan oleh marsden dalam bukunya, van vollen hoven menulis: “hukum adat meliputi hanya sebagian daripada buku marsden tetapi ia mencarinya dan memberikan perhatian yang khusus -  tehadap hukum adat itu -, mencoba menyusunnya, dan menepatkannya pada tempat yang utama pada ulasan – judulnya dan di dalam pokok bukunya itu”
Van vollenhovenmenyebut marsden seorang prionir,seorang printis dalam penemuan hukum adat itu, - sebab – “padanyalah timbul untukpertama kali kesadaran tentang kesatuah dan hubungan tali-temali dari pada daerah dan golongan suku-suku bangsa yang keseluruhannya digolongkannya di dalam komplek yang lebih luas, yaitu melayu-polinesia yang di dalam perjalanan selanjutnya dari abad ke-19, akan dijuluki dengan nama “daerah indonesia” dan “orang-orang indonesia
Karya marsden disusul dengan karya herman warner muntinghe seorang belanda, “yang hampir menyamai marsden sebagai prionir” dan yang berturut-turut menjabat sekretaris-pemerintahan, sekretaris jendral dari gubernur-jendral daendels, ketua hooggerechtshof, pembantu . . . raffles (!), sesudah kembalinyakekuasaan belanda atas indonesia menjadi pembantu . . . komisaris-jendral (!), pada akhirnya: anggota Raad van indies - - teranglah ia bahwa ia adalah seorang yang pandai mengabdi pada yang kuat dan berkuasa! Rupanya jasa muntighe adalah penemuan desa jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeensschap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Muntighe adalah juga orang barat pertama yang secara sistematis memakai istilah “adat”, tetapi masih belum mengenal istilah “adatrecht”

|

Tidak ada komentar:

Recent Comments

Sponsors : Best Themes | New WP Themes | Best Blogger Themes
Copyright © 2013. Android Jelly Bean - All Rights Reserved
Template Design by Shihara | Published by New Blog Themes
Powered by Blogger
Blogger Widgets