X-Steel - Wait JENIS-JENIS HUKUM: 2013
Upcoming
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Your Link Here

Jumat, 21 Juni 2013

definisi hukum islam

Definisi Hukum Islam


Definisi hukum islam adalah batasan-batasan yang diberikan terhadap hukum islam untuk mendapatkan pengertian mengenai hukum islam. Definisi hukum islam pada umumnya disamakan dengan syariat islam, dalam hal ini biasa disebut syara’.  Secara etimologi, syariat berarti jalan, sedangkan dari segi bahasa syariat bisa bermakna sebagai hukum yang diadakan oleh Allah SWT. Sehubungan dengan pengertian syariat, Prof. Mahmoud Syaltout berpendapat bahwa syariat merupakan peraturan yang diciptakan Allah agar manusia berpegang teguh kepada-Nya dalam hubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, sesama umat manusia serta dengan seluruh dan kehidupan. Muhammad Ali Attahanawi memberikan pengertian syariat sebagai cakupan seluruh ajaran islam yang meliputi berbagai bidang, seperti ibadah, muamalah, akhlak dan akidah.

Definisi Hukum Islam

Definisi hukum islam adalah hukum yang bersumber dari agama islam. Hukum islam juga menjadi bagian dari agama islam. Selain itu, definisi hukum islam dapat dijelaskan sebagai keseluruhan ketentuan dari Allah SWT yang harus ditaati oleh seorang muslim. Dasar dan kerangka hukum islam ditetapkan oleh Allah SWT.
Definisi hukum islam oleh beberapa ulama memiliki pengertian yang berbeda. Menurut ulama ushul, definisi hukum islam adalah doktrin syariat yang bersangkutan dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan. Definisi hukum islam menurut ulama fiqih, memiliki penjelasan yang agak berbeda. Menurut ulama fiqih, definisi hukum islam adalah efek (dampak/akibat) yang dikehendaki oleh kitab syariat dalam perbuatan-perbuatan, seperti, wajib, sunnah, mubah dan haram.

Karakteristik Hukum Islam

Selain definisi hukum islam, untuk dapat memahami hukum islam, perlu diketahui beberapa karakteristik dalam hukum islam, antara lain:
  • Hukum islam didasarkan pada wahyu ilahi
  • Hukum islam bersifat komprehensif
  • Hukum islam terkait dengan masalah akhlak atau moral
  • Hukum islam memiliki orientasi koletif
  • Hukum  islam berbicara tentang haram dan halal
  • Hukum islam memberikan sanksi bagi pelanggar hukum islam, yakni sanksi di dunia dan di akhirat.

Rabu, 12 Juni 2013

sistem hukum

Sistem hukum

 Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, common law system, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.

 

Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Common law system adalah SUATU sistem hukum yang digunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.

Sistem hukum Anglo-Saxon

 

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Sistem hukum adat/kebiasaan

 Hukum Adat adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah tertentu.

 

Sistem hukum agama

 Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam. Uraian lebih lanjut ada pada bagian Hukum Indonesia.

 

Selasa, 11 Juni 2013

HUKUM PERDATA DI INDONESIA


Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

SEJARAH HUKUM PERDATA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

KUHPerdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.you

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui staatblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.



Isi KUHPerdata

KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :

  1. Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht

Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

  1. Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht

Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

  1. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht

Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

  1. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs

Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Senin, 10 Juni 2013

hukum adat

Pengertian Hukum Adat


Pengertian Hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama menjadi kajian dari para ahli hukum. Pengertian hukum adat dewasa ini sangat mudah kita jumpai di berbagai buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli hukum di tanah air.
Secara histori, hukum yang ada di negara Indonesia berasal dari 2 sumber, yakni  hukum yang dibawa oleh orang asing (belanda) dan hukum yang lahir dan tumbuh di Negara Indonesia itu sendiri. Mr. C. Vollenhoven adalah seorang peneliti yang kemudian berhasil membuktikan bahwa negara Indonesia juga memiliki hukum pribadi asli.
Sehubungan dengan hal itu mari kita lihat pengertian hukum adat menurut para ahli.

Pengertian Hukum Adat menurut Para Ahli

Prof. H. Hilman Hadikusuma mendefinisikan hukum adat sebagai aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan dan kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.
Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (sebab itu disebut hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (sebab itu disebut  dengan adat).
Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, pengertian hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
Pengertian hukum adat menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven hampir sama dengan pengertian hukum adat yang dikemukakan oleh Prof. M. M. Djojodigoeno, SH. mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
Sementara itu, Bushar Muhammad menerangkan bahwa untuk memberikan definisi atau pengertian hukum adat sangat sulit sekali oleh karena hukum adat masih dalam pertumbuhan. Ada beberapa  sifat dan pembawaan hukum adat, yakni: tertulis atau tidak tertulis, pasti atau tidak pasti dan hukum raja atau hukum rakyat dan lain sebagainya.
Soerjono Soekanto memberikan pengertian hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasi) bersifat pemaksaan (sehingga mempunyai akibat hukum).
Supomo dan hazairin membuat kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain. Hubungan yagng dimaksud termasuk keseluruhan kelaziman dan kebiasaan dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh masyarakat. Termasuk juga seluruh peraturan yang mengatur sanksi terhadap pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat. Penguasa adat adalah mereka yang mempunyai kewibawaan dan yang memiliki kekuasaan memberi keputusan dalam suatu masyarakat adat. Keputusan oleh penguasa adat, antara lain keputusan lurah atau penghulu atau pembantu lurah atau wali tanah atau kepala adat atau hakim  dan lain sebagainya.

sejarah dan perkembangan hukum ADAT


Istilah “hukum Adat”adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa belanda adatrecht,yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht kemudian dikutip oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis.
Kalau hukum adat itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu suatu gejala sosial yang hidup,  Bagaimanakah kiranya tanggapan, perhatian, dan pendiri sarjana-sarjana, ahli-ahli dan peminat lain terhadap hukum adat itu, yang melukiskan, menganalisa, menyusun serta membawakan hukum adat itu sejak dahulu sampai sekarang?
Van vollenhoven menulis dalam bukunya itu tentang sejarah “ontdekking van het adatrecht” yakni “penemuan sejarah hukum adat”. Timbulnya pertanyaan: siapakah yang menemukan hukum adat? Hukum adat ditemukan - - oleh  siapa?
Sudah tentu, tidak oleh rakyat sendiri. Hal itu tidak mungkin, karena dengan dengan menjamin kata-kata von savigny - - hukum adat itu ist und wird mit dem volk. Hukum adat itu ada di tengah-tengah rakyat sendiri  setiap hari. Jadi, ganjil sekali untuk mengatakan bahwa rakyat “menem ukan hukum adat”!
Siapa-siapa yang menamukan hukum adat, - - atau lebih tepat yang mempperkenalkan hukum adat, - - ditunjukan oleh van vollenhoven dalam bukunya tersebut, yakni sarjana-sarjana, ahli-ahli dan peminat-peminat lain terhadap hukum adat, yang justru hidup diluar lingkungan, masyarakat adat, apalagi 90% dari mereka itu adalah orang asing - - dan yang menjadi pelopor ilmu ukum adat (adatrechtswetenschap) atau pembangun ilmu hukum adat. Kita mengetahui bahwa hukum adat adalah hasil proses kemasyarakatan dan kebudayaan  sejak beribu-ribu tahun yang lalu sampai sekarang, dan menyusun hukum adat itu.
Perhatian terhadap hukum adat itu tadak hanya terwujud dalam dilahirkannya suatu ilmu hukum adat, tetapi juga terjelma dalam dijalankannya suatu politik hukum adat, pertama-tama oleh VOC, kemudian oleh GovermentHindia Belanda dahulu. Yang disebut pertama belum mengenal hukum adat tetapi telah mengetahui bahwa orang-orang indonesia tunduk pada perturan tradisional yang khas biarpun peraturan itu dianggap peraturan agama islam, dan yang disebut kedua baru pada abad ini mengenal istilah “hukum adat”.
Orang-orang barat pertama datang ke indonesia adalah sekitar tahun 1500. Mereka itu menulis tentang masyarakat indonesia yang mereka kunjungi, tetapi dalam tulisannya itu hukum adat hampir tidak disinggung.
Pada tahun-tahun 1750, 1759,1760 dan 1768 turut campurnya VOC dalam usaha penertiban hukum indonesia asli, itu, menghasilkan 4 (empat) kodifikasi dan pencatatan hukun bagi orang indonesia asli, ialah:
A.    Untuk keperluan landraad di semarang tahun 1750 dibuat suatu compendium yang biasanya terkenal dengan nama singkatnya yaitu “kitab hukum mogharraer” yang memuat hukum pidana jawa, tetapi ternyata memuat hukum pidana islam. Kodifikasi hukum ini kemudian dipublikasikan dalam majalah “regt in nederlandch indie” oleh sebab itu, pada tahun 1854 menjadi salah satu pokok pembicaraan dalam pembentukan RR 1854
B.     Pada tahun 1759 oleh pimpinan VOC disahkan suatu “compendium van cootwijk”32, yang merupakan suatu pencatatan tentang hukum adat yang berlaku di kraton-kraton bome dan goa (di sulawesi selatan), yang dibuat oleh JAN DIRK VAN CLOOTWIJK, yang tatkala itu menjadi “gubernur di pesisir selebes”, dari tahun 1752 sampai tahun 1755. Perlu dicatat bahwa, biarpun sudah agak usang, conpendium van clootwijk, masih dipakai oleh peradilan bumiputera pada permulaan abad ini.
C.     Pada tahun 1760 oleh pimpinan VOC dikeluarkan suatu himpunan peraturan-peraturan hukum islam mengenai warisan, nikah dan talak. Karena hmpunan ini disusun oleh D.W. freijer, seorang penasihat pemerintah VOC mengenai hal-hal anak pribumi, maka orang mengenalnya dengan nama COMPENDIUM FREIJER. Pencatatan hukum islam oleh freijer ini lama di pakai, beberapa bagian dari COMPENDIUM tersebut dicabut dengan berangsur-angsur pada abad ke-19; bagian terakhir (mengenai warisan) pada tahun 1913.
D.    Oleh pieter cornelis hasselear, yang pada tahun 1757 sampai tahun 1765 menjabat residen di cirebon, direncanakan pembuatan suatu kitab hukum adat yang akan menjadi “suatu pegangan hukum bagi hakim-hamkim di cirebon”.  Penyelesaian pembuatan kitab hukum tersebut terjadi pada tahun 1768 dibawah pimpinan pengganti Hasselaer. Kitab hukum adat ini yang merupakan hasil kutipan-kutipan dari tulisan, jadi bukan hasil penyelidikan setempat, terkenal dengan nama pepakem cirebon. menurut VAN VOLLENHOVEN: suatu karya yang masih mengundang banyak kekurangan tetapi membuktikan bahwa orang telah mulai menyadari tentang adanya hukum adat itu.
Menyadari adanya dan kemudian “menemukan” hukum adat itu dengan berangsur-angsur, terjadilah dalam abad ke-19 dan pada permulaan abad ke-20 ini, sebagai akibat diadakannya penyelidikan dan pelajaran hukum adat yang makin lama makin banyak, makin teliti dan makin sistematis.
Van vollenhoven dalam Deontdekking van het adatrecht menyebut periode sampai tahun 1865 sebagai zaman “westersche verkenningen”, yakni zaman perintis dalam penyelidikan dan pelajaran hukum adat oleh orang-orang yang berasal dari dunia barat.
Sebagai perintisnya adalah seorang inggris yang bernama marsden yang menjadi pegawai pamongpraja (hindia) inggris.
Pada tahun 1783 oleh marsden di pulikasikan sebuah buku yang berjudul the history of sumatra. Yang sebenarnya tidak memuat sejarah pulau tersebut, tetapi dengan meminjam istilah-istilah van vollenhoven membuat suatu “gambaran” atau suatu “laporan sistematis” tentang sumatra pada akhir abad ke-18. Istilah van vollenhoven ini sesuai dengan  - - yang oleh marsden sendiri diberi tentang istilah “history” itu yaitu: berisikan laporan tentang pemerintahan hukum, kebiasaan dan adat sopan-santun orang-orang pribumi. Mengenai hukum adat yang dperhatikan oleh marsden dalam bukunya, van vollen hoven menulis: “hukum adat meliputi hanya sebagian daripada buku marsden tetapi ia mencarinya dan memberikan perhatian yang khusus -  tehadap hukum adat itu -, mencoba menyusunnya, dan menepatkannya pada tempat yang utama pada ulasan – judulnya dan di dalam pokok bukunya itu”
Van vollenhovenmenyebut marsden seorang prionir,seorang printis dalam penemuan hukum adat itu, - sebab – “padanyalah timbul untukpertama kali kesadaran tentang kesatuah dan hubungan tali-temali dari pada daerah dan golongan suku-suku bangsa yang keseluruhannya digolongkannya di dalam komplek yang lebih luas, yaitu melayu-polinesia yang di dalam perjalanan selanjutnya dari abad ke-19, akan dijuluki dengan nama “daerah indonesia” dan “orang-orang indonesia
Karya marsden disusul dengan karya herman warner muntinghe seorang belanda, “yang hampir menyamai marsden sebagai prionir” dan yang berturut-turut menjabat sekretaris-pemerintahan, sekretaris jendral dari gubernur-jendral daendels, ketua hooggerechtshof, pembantu . . . raffles (!), sesudah kembalinyakekuasaan belanda atas indonesia menjadi pembantu . . . komisaris-jendral (!), pada akhirnya: anggota Raad van indies - - teranglah ia bahwa ia adalah seorang yang pandai mengabdi pada yang kuat dan berkuasa! Rupanya jasa muntighe adalah penemuan desa jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeensschap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Muntighe adalah juga orang barat pertama yang secara sistematis memakai istilah “adat”, tetapi masih belum mengenal istilah “adatrecht”

Senin, 21 Januari 2013

Definisi Subyek Hukum Internasional

Definisi Subyek Hukum Internasional

Banyak berbagai ahli memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan subjek hukum internasional. Secara umum Subyek hukum diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, jadi pengertian subyek hukum internasional adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional. Pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional dewasa ini ternyata tidak terbatas pada Negara tetapi juga meliputi  subyek hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan dewasa ini sering dengan tingkat kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan ransportasi dimana kebutuhan manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin kompleks.
Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok individu (belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek hukum Internasional.
Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional (Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12).
Subyek Hukum Internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan untuk  menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.  Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban ( Legal capacity) ini antara lain meliputi :
  1. Kemampuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).
  2. Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to make agreements)
  3. Kemampuan untuk  mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-kekebalam (To enjoy of privileges and immunities)
Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban bagi subyek hukum Internasional dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
  1. Dasar Hukum Berdirinya
  2. Advisory opinion atau berdasarkan Keputusan atau Pendapat  “International Court of justice
Dengan meninjau dua aspek di atas maka legal capacity dari subyek hukum Internasional dalam bentuknya yang modern dimana subyek hukum internasional tidak hanya terbatas pada negara sebagai satu-satunya subyek hukum internasional (pandangan klasik), maka kiranya perlu dikemukakan beberapa subyek hukum internasional yang merupakan kesatuan-kesatuan bukan negara khususnya mengenai legal capacitynya.

Macam Subjek Hukum Internasional
Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
  1. Negara yang Berdaulat
  2. Gabungan Negara-Negara
  3. Tahta Suci Vatikan
  4. Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
  5. Palang Merah Internasional
  6. Individu yang mempunyai criteria tertentu
  7. Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
  8. Penjahat Perang atau Genocide

Recent Comments

Sponsors : Best Themes | New WP Themes | Best Blogger Themes
Copyright © 2013. Android Jelly Bean - All Rights Reserved
Template Design by Shihara | Published by New Blog Themes
Powered by Blogger
Blogger Widgets